Keberagaman merupakan fitrah kehidupan, penuh warna, ikonik dan sistem, baik
tentang budaya dan keyakinan sehingga untuk tetap tergabung dalam satu bingkai
dibutuhkan saling tenggang rasa yang dalam konteks kekinian disebut toleransi,
baik toleransi dalam agama maupun yang lainnya. Toleransi beragama adalah
toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang
berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Setiap orang mestinya
diberikan kebebasan untuk meyakini serta memeluk agama (mempunyai akidah) yang
dipilihnya sendiri dan mendapatkan penghormatan dalam pelaksanaan ajaran-ajaran
yang dianut ataupun diyakininya. Toleransi merupakan satu-satunya kunci dalam
penyelarasan kebersamaan yang penuh kombinasi baik tentang kasta, tradisi tanpa
adanya gengsi. Dalam konteks ini, toleransi dapat menjadi jembatan untuk
mengatasi perbedaan yang ada dan meminimalisir konflik sosial.
Sudah menjadi
hukum alam bahwa perbedaan tidak bisa dihindari. Namun yang demikian itu bukan
untuk bercerai berai, hanya saja sebagai pelangi dunia yang muara akhirnya tetap
untuk saling melengkapi dan mengasihi sehingga penting untuk dijaga dengan
bingkai toleransi.
Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini penulis menggunakan metode kajian pustaka dengan
memahami dan menyimpulkan hasil kajian dari berbagai sumber. Langkah ini
dioptimalkan sebagai sumber primer yang membantu memperluas pemahaman kajian.
Adapun data sekunder penulis kutip dari ragam tafsir yang dinarasikan para
mufassir kenamaan seperti Ibnu Katsir dan al-Tabari. Dalam artikel ini, penulis
membuat tema utama yang berkaitan dengan topik yang dikaji. Selanjutnya,
tema-tema tersebut ditafsirkan secara deskriptif dan dikuatkan oleh data
sekunder yang relevan.
Pembahasan
1. Menghargai Perbedaan
Toleransi adalah sikap menghargai perbedaan antar individu maupun kelompok
sehingga menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah. Dalam hal tersebut
penting memahami pendidikan inklusif. Secara ringkas Pendidikan Inklusif
berupaya menunjukkan Islam sebagai agama yang penuh rahmat dan moderat.
Dalam
agama Islam menghargai perbedaan merupakan pendidikan yang selalu dititik
tekankan terhadap penganutnya guna menampakkan agama yang hanif dan penuh kasih.
Islam tidak mengajarkan kita untuk memaksa mereka yang berbeda keyakinan agar
sama dengan agama yang kita anut karena hal itu merupakan kehendak dari Yang
Maha Esa. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, perbedaan adalah sunnatullah yang
diletakkan pada alam semesta beserta isinya, termasuk perbedaan agama dan
keyakinan agama sebagaimana firman Allah "Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya
berimanlah semua orang yang di bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak)
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?" (QS Yunus 99).
Menafsiri ayat tersebut Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni menjelaskan bahwa
keimanan manusia adalah hak prerogatif Allah sang pencipta sehingga tidak ada
hak bagi makhluk untuk mengatur, Allah ingin mereka beriman atas kehendaknya
sendiri bukan karena tekanan sesama makhluknya:
لو أراد الله لآمن الناس جميعاً،
ولكنْ لم يشأ ذلك لكونه مخالفاً للحكمة، فإِنه تعالى يريد من عباده إِيمان
الاختيار، لا إِيمان الإِكراه والاضطرار
Artinya: Jika Allah menghendaki, niscaya
semua manusia akan beriman. Namun, Allah tidak menghendaki hal itu karena
bertentangan dengan hikmah-Nya. Sesungguhnya Allah menghendaki hamba-hamba-Nya
yang imannya atas kehendaknya sendiri bukan iman karena dipaksa atau terpaksa.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, islam memiliki konsep yang jelas.
"Tidak ada paksaan dalam agama" "Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama
kami adalah contoh populer dari Toleransi dalam islam. Bahkan sekalipun mereka
sama dalam menganut satu agama belum tentu mampu menciptakan kerukunan dalam
berdampingan jika bukan karena rahmat Allah. Sebagaimana yang telah disinggung
oleh Allah dalam surat Hud berikut:
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ, إِلاَّ مَن رَّحِمَ رَبُّكَ
وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ
الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Artinya: "Jika tuhanmu menghendaki, tentu dia
menjadikan manusia umat yang satu tetapi mereka senantiasa berselisih
berpandapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh tuhanmu. Untuk itulah
Allah mencipatakan mereka. Kaliamat tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan,
sesumngguh aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan munusia (yang
durhaka) semuanya. (QS. Hud: 118-119)
Lebih lanjut Syaikh Muhammad Ali
al-Shabuni memberi interpretasi ayat di atas bahwa sekalipun Allah menghendaki
mereka sebagai umat yang sepemahaman dalam agama namun mereka tetap saja saling
berselisih jika bukan karena rahmat Allah, sebagaimana berikut:
أي ولا يزالون
مختلفين على أديان شتى، وملل متعددة ما بين يهودي، ونصراني، ومجوسي، إلا ناساً
هداهم الله من فضله وهم أهل الحق
Artinya: Mereka akan terus berselisih dalam
beragama dengan berbagai agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, di antaranya
Yahudi, Nasrani, dan Majusi, kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah
dengan karunia-Nya, yaitu mereka yang berada di atas kebenaran. Dari sini dapat
dipahami bahwa Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sebagai
wujud keadilan-Nya dalam memberikan pahala dan siksa. Karena itu jangan memaksa
orang lain yang masih belum beriman untuk sama dengan kita, karena kita tidak
memiliki kuasa untuk menjadikan orang lain beriman seperti kita. Karena itu
perbedaan yang tak terelakkan ini jangan dijadikan alasan sebagai perpecahan
akan tetapi persatuan dalam keberagaman sehingga warisan kebhinnekaan tetap
harum dengan aroma kedamaian.
Adanya perbedaan perlu kita jadikan momentum untuk
saling menghargai bukan malah saling melukai, untuk saling merangkul bukan
saling memukul. Untuk saling mendidik bukan saling membidik, untuk saling
memberi nasehat bukan saling menghujat, untuk saling membela bukan saling
mencela. keberagaman merupakan realita dan ketentuan dari Allah Tuhan semesta
alam, maka diperlukan rasa keberterimaan dan usaha untuk memelihara dengan
mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan bersama. Perbedaan yang terjadi
merupakan fakta yang harus disikapi secara positif sehingga antar pemeluk agama
terjadi hubungan kemanusiaan yang saling menghargai dan menghormati.
Apalagi
kita hidup di tanah merdeka yang dihasilkan dengan keringat serta darah para
pejuang dari suku dan kelompok yang berbeda. Tidak dihasilakan oleh penganut
satu agama dan satu suku, maka jagalah hubungan ukhuwah basyariyah, tali
persaudaraan antarsesama, tanpa menjatuhkan satu sama lain sehingga kehidupan
damai dan saling membentuk sebuah ikatan simbolisme-mutualisme.
Manusia
diciptakan bersuku-suku berbangsa-bangsa agar beragam. Namun demikian tetap
harus saling mengasihi, bukan saling memaki sebagaimana firman Allah dalam surah
al-Hujurat ayat 31
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal". (Qs. al-Hujurat:
31)
Menurut Syaikh Muhammad Abu Zuhrah ayat tersebut merupakan khitab kepada
semua manusia:
وجعلناكم شعوباً شتى وقبائل متعددة، ليحصل بينكم التعارف والتآلف،
لا التناحر والتخالف...فما جاء الإسلام للحرب والخصام، بل جاء بالهدى والسلام، ولكن
سلام الإسلام سلام عزيز قوي
Artinya: Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa yang
berbeda-beda dan bersuku-suku yang banyak, agar terjadi saling mengenal dan
saling mengasihi di antara kamu, bukan saling bertentangan dan saling
bermusuhan. Islam tidak datang untuk berperang dan bertengkar, tetapi datang
untuk membawa petunjuk dan perdamaian. Namun perdamaian Islam adalah perdamaian
yang kuat dan berwibawa.
Dari pemahaman tafsir ini dapat dipahami bahwa
keanekaragaman baik etnis, ras, suku, budaya maupun keyakinan bukan untuk
pertikaian dan perselisihan tetapi hanya sebatas warna alam dan tujuannya tetap
saling kasih sayang sehingga kita sebagai penganut agama Islam yang memiliki
pengetahuan demikian harus menjaga popularitas Islam sebagai agama yang inklusif
dengan sikap toleransi.
2. Wujud Kasih Sayang
Islam adalah agama toleran, Islam tidak mengajarkan kita untuk mengucilkan
mereka yang tidak sama. Tapi Islam mengajarkan kita untuk saling berbelas kasih
terhadap semua makhluk bumi. Islam agama rahmah adalah suatu hubungan yang
saling terikat kuat yang mencoba menghapus hembusan kebencian, kedengkian,
permusuhan, ketegangan, kecemburuan sosial, kekerasan, perbedaan, dan pertikaian
antarumat muslim, antarsesama manusia, antaranak bangsa dan antarsuku serta
antarnegara secara internasional. 1400 silam lebih Rasulullah Saw bersabda
"Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Swt. Sayangilah penduduk
bumi, maka kalian akan disayangi penduduk langit."
Para ulama menjelaskan yang
dimaksud penduduk bumi, tertuju pada semua makhluk baik kepada orang-orang
muslim maupun non muslim begitu juga hewan peliharaan maupun hewan yang liar.
Toleransi merupakan elemen penting untuk menciptakan kehidupan damai dan
sejahtera dalam sebuah kehidupan, termasuk yang terpenting adalah toleransi
dalam beragama, toleransi beragama ini sendiri telah dijelaskan dalam beberapa
ayat al-Qur'an diantaranya surah al-Baqarah “Tidak ada paksaan dalam beragama
Islam sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah, karena itu
barang siapa yang ingkar terhadap Taghut dan iman kepada Allah, maka
sesungguhnya dia telah berpegang teguh terhadap tali yang sangat kuat, yang
tidak akan pernah putus Allah maha pendegar dan mengetahui. (QS. al-Baqarah:
256).
Kebebasan beragama dalam ayat ini, mengandung maksud bahwasannya Islam
tidak menghendaki adanya paksaan, melainkan melalui kesadaran dan keikhlasan
diri. Islam tidak memaksakan urusan keimanan karena sejatinya iman adalah at-
Tasdīqu bil-qalb wal iqrār bil lisan wal ‘amalu bil jawārih (meyakininya dengan
hati, mengucapkanya dengan lisan, dan mengamalkannya dengan anggota badan)
sehingga harus diikuti dengan perasaan tunduk dan taat. Dan tentunya kedua hal
tersebut tidak akan terwujud dengan paksaan. Toleransi beragama ini juga pernah
diperaktekkan oleh Rasulullah Saw. saat beliau menjadi pemimpin di Madinah,
dimana beliau meyatukan saluruh masyarakat dengan tetap saling menghargai,
mejaga kerukunan dan kesatuan Madinah, yang kemudian dikenal dengan Piagam
Madinah.
Mengingat toleransi ini sangat penting, lalu apa saja poin besar yang
terkandung dalam toleransi tersebut? Pertama, menjaga kerukunan dan kemakmuran
hidup, khususnya dalam satu negara. Kedua, memperbanyak persaudaraan guna
menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri dan pada orang lain. Ketiga,
saling mengasihi pada semua makhluk bumi.
Dari materi-materi yang telah kita
pelajaran tadi, dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwasannya Islam memberi
legalitas terhadap umatnya, untuk tetap saling tenggan rasa dalam menjalankan
ajaran agamanya masing masing, bahkan menjadi nilai tinggi yang perlu
dilestarikan, termasuk di negara kita tercinta guna menjaga keutuhan NKRI dan
keharmonisan dalam satu bangsa.
Untuk itu penting mewujudkan sikap saling
menghormati dan menghargai antarsesama, sebagai bukti bahwa kita adalah umat
Islam yang selalu mengadepankan sikap toleran dan sabagai bukti bahwa kita
adalah bangsa yang mampu menjaga tradisi nenek moyang damai berdampingan
walaupun dalam perbedaan.
Kesimpulan
Toleransi adalah kunci kedamaian dalam hidup yang penuh dengan perbedaan.
Toleransi mmemiliki peran sentral dalam menciptakan hubungan baik, kebersamaan
yang harmonis dan kerukunan dalam menganut agama yang berbeda. Dalam
penerapannya toleransi adalah sikap tenggang rasa inklusif dan fleksible. Selain
itu ada tiga hal penting yang terkandung dalam toleransi, pertama menjaga
kerukunan dan kemakmuran hidup, khususnya dalam satu negara, kedua memperbanyak
persaudaraan guna menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri dan pada
orang lain, ketiga saling mengasihi pada semua makhluk bumi.
Daftar Pustaka
Ali bin Nayif al-Syuhud, Mausu'ah al-Raddu ala al-Madzhab al-Fikriyah
al-Muashirah.
Ali Syaifudin, Agama Melarang Adanya Perpecahan, Bukan Perbedaan
,Negara Meperkokoh Integrasi Dengan Pancasila, Program Studi Pendidikan Kimia,
Universitas Islam Negeri Walisongo, Jl. Prof. Dr.Hamka No.3 Semarang, 50185,
Indonesia
Choirul Anwar, Islam Dan Kebhinekaan Di Indonesia: Peran Agama Dalam
Merawat Perbedaan, Jurnal Pemikiran Islam Vol. 4 No. 2 (2018)
Muhamad Basyrul
Muvid Menjunjung Tinggi Islam Agama Kasih Sayang Dan Cinta Kasih Dalam Dimensi
Sufisme, Jurnal Reflektika Volume 16, No. 2, (2021)
Muhammad Abu Zuhrah, Zuhrah
al-Tafasir, (t.t.: Dar. al-Fikr al-Arabi, t.t.)
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah
al-Tafasir, (Kairo, Mesir: Dar. al-Shabun, 1997)
Purnomo dan Putri Irma
Solikhah, Konsep Dasar Pendidikan Islam Inklusif: Studi Tentang Inklusivitas
Islam Sebagai Pijakan Pengembangan Pendidikan Islam Inklusif, Jurnal Pendidikan
Agama Islam,http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/jpai, Vol. 7 No. 2 (2021)
Rusydiah, Moderasi Beragama Dalam Bingkai Toleransi: Kajian Islam dan Keberagama
Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 2, Desember (2020)
Said Masykur: Pluralisme
Dalam Konteks Studi Agama-Agama, Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1,
(2016)