SIKAP TOLERANSI SEBAGAI KUNCI KEDAMAIAN HIDUP DI TENGAH PERBEDAAN

oleh: Shofi (Ikatan Mahasiswa Gedangan)
Pendahuluan
Keberagaman merupakan fitrah kehidupan, penuh warna, ikonik dan sistem, baik tentang budaya dan keyakinan sehingga untuk tetap tergabung dalam satu bingkai dibutuhkan saling tenggang rasa yang dalam konteks kekinian disebut toleransi, baik toleransi dalam agama maupun yang lainnya. Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Setiap orang mestinya diberikan kebebasan untuk meyakini serta memeluk agama (mempunyai akidah) yang dipilihnya sendiri dan mendapatkan penghormatan dalam pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut ataupun diyakininya. Toleransi merupakan satu-satunya kunci dalam penyelarasan kebersamaan yang penuh kombinasi baik tentang kasta, tradisi tanpa adanya gengsi. Dalam konteks ini, toleransi dapat menjadi jembatan untuk mengatasi perbedaan yang ada dan meminimalisir konflik sosial.

Sudah menjadi hukum alam bahwa perbedaan tidak bisa dihindari. Namun yang demikian itu bukan untuk bercerai berai, hanya saja sebagai pelangi dunia yang muara akhirnya tetap untuk saling melengkapi dan mengasihi sehingga penting untuk dijaga dengan bingkai toleransi. 

Metode Penelitian 
Dalam penulisan artikel ini penulis menggunakan metode kajian pustaka dengan memahami dan menyimpulkan hasil kajian dari berbagai sumber. Langkah ini dioptimalkan sebagai sumber primer yang membantu memperluas pemahaman kajian. Adapun data sekunder penulis kutip dari ragam tafsir yang dinarasikan para mufassir kenamaan seperti Ibnu Katsir dan al-Tabari. Dalam artikel ini, penulis membuat tema utama yang berkaitan dengan topik yang dikaji. Selanjutnya, tema-tema tersebut ditafsirkan secara deskriptif dan dikuatkan oleh data sekunder yang relevan. 

Pembahasan 
1. Menghargai Perbedaan 
 Toleransi adalah sikap menghargai perbedaan antar individu maupun kelompok sehingga menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah. Dalam hal tersebut penting memahami pendidikan inklusif. Secara ringkas Pendidikan Inklusif berupaya menunjukkan Islam sebagai agama yang penuh rahmat dan moderat. 

Dalam agama Islam menghargai perbedaan merupakan pendidikan yang selalu dititik tekankan terhadap penganutnya guna menampakkan agama yang hanif dan penuh kasih. Islam tidak mengajarkan kita untuk memaksa mereka yang berbeda keyakinan agar sama dengan agama yang kita anut karena hal itu merupakan kehendak dari Yang Maha Esa. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, perbedaan adalah sunnatullah yang diletakkan pada alam semesta beserta isinya, termasuk perbedaan agama dan keyakinan agama sebagaimana firman Allah "Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya berimanlah semua orang yang di bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?" (QS Yunus 99). 

Menafsiri ayat tersebut Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni menjelaskan bahwa keimanan manusia adalah hak prerogatif Allah sang pencipta sehingga tidak ada hak bagi makhluk untuk mengatur, Allah ingin mereka beriman atas kehendaknya sendiri bukan karena tekanan sesama makhluknya: 

لو أراد الله لآمن الناس جميعاً، ولكنْ لم يشأ ذلك لكونه مخالفاً للحكمة، فإِنه تعالى يريد من عباده إِيمان الاختيار، لا إِيمان الإِكراه والاضطرار 

Artinya: Jika Allah menghendaki, niscaya semua manusia akan beriman. Namun, Allah tidak menghendaki hal itu karena bertentangan dengan hikmah-Nya. Sesungguhnya Allah menghendaki hamba-hamba-Nya yang imannya atas kehendaknya sendiri bukan iman karena dipaksa atau terpaksa. 

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, islam memiliki konsep yang jelas. "Tidak ada paksaan dalam agama" "Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami adalah contoh populer dari Toleransi dalam islam. Bahkan sekalipun mereka sama dalam menganut satu agama belum tentu mampu menciptakan kerukunan dalam berdampingan jika bukan karena rahmat Allah. Sebagaimana yang telah disinggung oleh Allah dalam surat Hud berikut:

 وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ, إِلاَّ مَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ 

Artinya: "Jika tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu tetapi mereka senantiasa berselisih berpandapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh tuhanmu. Untuk itulah Allah mencipatakan mereka. Kaliamat tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesumngguh aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan munusia (yang durhaka) semuanya. (QS. Hud: 118-119)

Lebih lanjut Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni memberi interpretasi ayat di atas bahwa sekalipun Allah menghendaki mereka sebagai umat yang sepemahaman dalam agama namun mereka tetap saja saling berselisih jika bukan karena rahmat Allah, sebagaimana berikut: 

أي ولا يزالون مختلفين على أديان شتى، وملل متعددة ما بين يهودي، ونصراني، ومجوسي، إلا ناساً هداهم الله من فضله وهم أهل الحق 

Artinya: Mereka akan terus berselisih dalam beragama dengan berbagai agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, di antaranya Yahudi, Nasrani, dan Majusi, kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dengan karunia-Nya, yaitu mereka yang berada di atas kebenaran. Dari sini dapat dipahami bahwa Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sebagai wujud keadilan-Nya dalam memberikan pahala dan siksa. Karena itu jangan memaksa orang lain yang masih belum beriman untuk sama dengan kita, karena kita tidak memiliki kuasa untuk menjadikan orang lain beriman seperti kita. Karena itu perbedaan yang tak terelakkan ini jangan dijadikan alasan sebagai perpecahan akan tetapi persatuan dalam keberagaman sehingga warisan kebhinnekaan tetap harum dengan aroma kedamaian. 

Adanya perbedaan perlu kita jadikan momentum untuk saling menghargai bukan malah saling melukai, untuk saling merangkul bukan saling memukul. Untuk saling mendidik bukan saling membidik, untuk saling memberi nasehat bukan saling menghujat, untuk saling membela bukan saling mencela. keberagaman merupakan realita dan ketentuan dari Allah Tuhan semesta alam, maka diperlukan rasa keberterimaan dan usaha untuk memelihara dengan mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan bersama. Perbedaan yang terjadi merupakan fakta yang harus disikapi secara positif sehingga antar pemeluk agama terjadi hubungan kemanusiaan yang saling menghargai dan menghormati. 

Apalagi kita hidup di tanah merdeka yang dihasilkan dengan keringat serta darah para pejuang dari suku dan kelompok yang berbeda. Tidak dihasilakan oleh penganut satu agama dan satu suku, maka jagalah hubungan ukhuwah basyariyah, tali persaudaraan antarsesama, tanpa menjatuhkan satu sama lain sehingga kehidupan damai dan saling membentuk sebuah ikatan simbolisme-mutualisme. 

Manusia diciptakan bersuku-suku berbangsa-bangsa agar beragam. Namun demikian tetap harus saling mengasihi, bukan saling memaki sebagaimana firman Allah dalam surah al-Hujurat ayat 31

 "Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal". (Qs. al-Hujurat: 31) 

Menurut Syaikh Muhammad Abu Zuhrah ayat tersebut merupakan khitab kepada semua manusia:

 وجعلناكم شعوباً شتى وقبائل متعددة، ليحصل بينكم التعارف والتآلف، لا التناحر والتخالف...فما جاء الإسلام للحرب والخصام، بل جاء بالهدى والسلام، ولكن سلام الإسلام سلام عزيز قوي 

Artinya: Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa yang berbeda-beda dan bersuku-suku yang banyak, agar terjadi saling mengenal dan saling mengasihi di antara kamu, bukan saling bertentangan dan saling bermusuhan. Islam tidak datang untuk berperang dan bertengkar, tetapi datang untuk membawa petunjuk dan perdamaian. Namun perdamaian Islam adalah perdamaian yang kuat dan berwibawa. 

Dari pemahaman tafsir ini dapat dipahami bahwa keanekaragaman baik etnis, ras, suku, budaya maupun keyakinan bukan untuk pertikaian dan perselisihan tetapi hanya sebatas warna alam dan tujuannya tetap saling kasih sayang sehingga kita sebagai penganut agama Islam yang memiliki pengetahuan demikian harus menjaga popularitas Islam sebagai agama yang inklusif dengan sikap toleransi. 

2. Wujud Kasih Sayang 
Islam adalah agama toleran, Islam tidak mengajarkan kita untuk mengucilkan mereka yang tidak sama. Tapi Islam mengajarkan kita untuk saling berbelas kasih terhadap semua makhluk bumi. Islam agama rahmah adalah suatu hubungan yang saling terikat kuat yang mencoba menghapus hembusan kebencian, kedengkian, permusuhan, ketegangan, kecemburuan sosial, kekerasan, perbedaan, dan pertikaian antarumat muslim, antarsesama manusia, antaranak bangsa dan antarsuku serta antarnegara secara internasional. 1400 silam lebih Rasulullah Saw bersabda "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Swt. Sayangilah penduduk bumi, maka kalian akan disayangi penduduk langit." 

Para ulama menjelaskan yang dimaksud penduduk bumi, tertuju pada semua makhluk baik kepada orang-orang muslim maupun non muslim begitu juga hewan peliharaan maupun hewan yang liar. 

Toleransi merupakan elemen penting untuk menciptakan kehidupan damai dan sejahtera dalam sebuah kehidupan, termasuk yang terpenting adalah toleransi dalam beragama, toleransi beragama ini sendiri telah dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur'an diantaranya surah al-Baqarah “Tidak ada paksaan dalam beragama Islam sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah, karena itu barang siapa yang ingkar terhadap Taghut dan iman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh terhadap tali yang sangat kuat, yang tidak akan pernah putus Allah maha pendegar dan mengetahui. (QS. al-Baqarah: 256). 

Kebebasan beragama dalam ayat ini, mengandung maksud bahwasannya Islam tidak menghendaki adanya paksaan, melainkan melalui kesadaran dan keikhlasan diri. Islam tidak memaksakan urusan keimanan karena sejatinya iman adalah at- Tasdīqu bil-qalb wal iqrār bil lisan wal ‘amalu bil jawārih (meyakininya dengan hati, mengucapkanya dengan lisan, dan mengamalkannya dengan anggota badan) sehingga harus diikuti dengan perasaan tunduk dan taat. Dan tentunya kedua hal tersebut tidak akan terwujud dengan paksaan. Toleransi beragama ini juga pernah diperaktekkan oleh Rasulullah Saw. saat beliau menjadi pemimpin di Madinah, dimana beliau meyatukan saluruh masyarakat dengan tetap saling menghargai, mejaga kerukunan dan kesatuan Madinah, yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. 

Mengingat toleransi ini sangat penting, lalu apa saja poin besar yang terkandung dalam toleransi tersebut? Pertama, menjaga kerukunan dan kemakmuran hidup, khususnya dalam satu negara. Kedua, memperbanyak persaudaraan guna menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri dan pada orang lain. Ketiga, saling mengasihi pada semua makhluk bumi. 

Dari materi-materi yang telah kita pelajaran tadi, dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwasannya Islam memberi legalitas terhadap umatnya, untuk tetap saling tenggan rasa dalam menjalankan ajaran agamanya masing masing, bahkan menjadi nilai tinggi yang perlu dilestarikan, termasuk di negara kita tercinta guna menjaga keutuhan NKRI dan keharmonisan dalam satu bangsa. 

Untuk itu penting mewujudkan sikap saling menghormati dan menghargai antarsesama, sebagai bukti bahwa kita adalah umat Islam yang selalu mengadepankan sikap toleran dan sabagai bukti bahwa kita adalah bangsa yang mampu menjaga tradisi nenek moyang damai berdampingan walaupun dalam perbedaan. 

Kesimpulan 
Toleransi adalah kunci kedamaian dalam hidup yang penuh dengan perbedaan. Toleransi mmemiliki peran sentral dalam menciptakan hubungan baik, kebersamaan yang harmonis dan kerukunan dalam menganut agama yang berbeda. Dalam penerapannya toleransi adalah sikap tenggang rasa inklusif dan fleksible. Selain itu ada tiga hal penting yang terkandung dalam toleransi, pertama menjaga kerukunan dan kemakmuran hidup, khususnya dalam satu negara, kedua memperbanyak persaudaraan guna menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri dan pada orang lain, ketiga saling mengasihi pada semua makhluk bumi. 

Daftar Pustaka 

Ali bin Nayif al-Syuhud, Mausu'ah al-Raddu ala al-Madzhab al-Fikriyah al-Muashirah.

Ali Syaifudin, Agama Melarang Adanya Perpecahan, Bukan Perbedaan ,Negara Meperkokoh Integrasi Dengan Pancasila, Program Studi Pendidikan Kimia, Universitas Islam Negeri Walisongo, Jl. Prof. Dr.Hamka No.3 Semarang, 50185, Indonesia 

Choirul Anwar, Islam Dan Kebhinekaan Di Indonesia: Peran Agama Dalam Merawat Perbedaan, Jurnal Pemikiran Islam Vol. 4 No. 2 (2018) 

Muhamad Basyrul Muvid Menjunjung Tinggi Islam Agama Kasih Sayang Dan Cinta Kasih Dalam Dimensi Sufisme, Jurnal Reflektika Volume 16, No. 2, (2021) 

Muhammad Abu Zuhrah, Zuhrah al-Tafasir, (t.t.: Dar. al-Fikr al-Arabi, t.t.) 

Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, (Kairo, Mesir: Dar. al-Shabun, 1997) 

Purnomo dan Putri Irma Solikhah, Konsep Dasar Pendidikan Islam Inklusif: Studi Tentang Inklusivitas Islam Sebagai Pijakan Pengembangan Pendidikan Islam Inklusif, Jurnal Pendidikan Agama Islam,http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/jpai, Vol. 7 No. 2 (2021) 

Rusydiah, Moderasi Beragama Dalam Bingkai Toleransi: Kajian Islam dan Keberagama Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 2, Desember (2020) 

Said Masykur: Pluralisme Dalam Konteks Studi Agama-Agama, Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, (2016)

Related Post

Latest
Previous
Next Post »

Terima Kasih atas kunjungan Anda di Gedangan Online